Kamis, 28 Januari 2016

HARGA MINYAK NAIK DI TENGAH SPEKULASI PEMOTONGAN PRODUKSI



Harga minyak mentah dunia naik di tengah spekulasi kemungkinan penurunan produksi dari negara-negara eksportir terkemuka di dunia.

Melemahnya dolar ikut mendorong harga minyak setelah Federal Reserve mengisyaratkan keprihatinan tentang gejolak ekonomi global melalui pernyataannya.
Pelemahan mata uang AS membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih murah bagi pembeli asing.
Melansir laman Wall Street Journal, Kamis (28/1/2016), harga minyak mentah light sweet untuk pengiriman Maret ditutup naik 85 sen atau 2,7 persen menjadi US$ 32,30 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara Brent, patokan minyak global, naik $ 1,30 atau 4,1 persen menjadi US$ 33,10 per barel di ICE Futures Europe.

Harga minyak telah jatuh selama 19 bulan terakhir karena tingginya produksi sementara tidak demikian untuk permintaan. Kenaikan produksi mendorong stok minyak mentah dan produk jadinya berlebih di kilang penyimpanan.

Komentar ini datang sehari setelah Menteri Perminyakan Irak mengatakan melihat tanda-tanda bahwa Arab Saudi dan Rusia sekarang lebih fleksibel tentang kemungkinan pemotongan pasokan.

Pedagang tengah fokus pada potensi diskusi antara Rusia dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak tentang pemotongan produksi minyak.

Setelah pertemuan antara pejabat pemerintah dan kepala minyak perusahaan di Moskow pada Rabu, pejabat Rusia mengaku Arab Saudi telah menyarankan adanya diskusi, bersama dengan anggota OPEC lainnya terkait potensi pemotongan produksi.

Namun, para pejabat Rusia telah lama menyatakan bahwa mereka tidak punya niat untuk memotong produksi, dengan alasan kesulitan masalah teknis jika harus mengulang kembali produksi di daerah penghasil yang bercuaca dingin.

Beberapa investor berharap jika negara produsen minyak besar akan berkolaborasi untuk memangkas produksi dalam beberapa pekan terakhir karena harga minyak telah jatuh ke posisi terendah dalam 12 tahun.

"Dengan minyak pada tingkat ini, itu hanya masalah waktu sebelum OPEC bergerak," kata Peter Cardillo, Kepala Ekonom Pasar di First Standard Keuangan Co.

Namun banyak analis juga mempertahankan pendapat jika OPEC tidak mungkin mengurangi produksi, karena harga yang lebih tinggi akan memungkinkan produsen minyak AS untuk mengebor sumur guna menjaga pasokan berlebih di pasar.

Produksi minyak mentah AS turun pada paruh kedua 2015. Angka ini lebih lambat daripada harapan, karena produsen memotong biaya dalam rangka peningkatan efisiensi.
Lembaga Administrasi Informasi Energi AS memperkirakan bahwa produksi minyak AS akan turun 14 ribu barel per hari pekan lalu, menjadi 9,2 juta barel per hari.

Produsen internasional juga semakin terjepit oleh harga minyak yang rendah. Produsen minyak Spanyol Repsol SA mengatakan Rabu akan menyisihkan lebih dari $ 3 miliar untuk mengkompensasi penurunan harga minyak.

Rabu, 27 Januari 2016

HARGA MINYAK DUNIA BAKAL NAIK KE US$ 60 PER BAREL


Pelemahan harga minyak dunia diperkirakan akan segera berakhir. Di akhir tahun 2016, diperkirakan harg‎a minyak dunia meningkat sampai US$ 60 per barel.

Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra mengatakan, hal tersebut didorong oleh pasokan shale gas dari Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan berkurang. ‎Itu berarti, permintaan minyak akan kembali meningkat.

"‎Negara non OPEC khususnya AS dengan harga minyak sekarang‎ produksi shale gassudah turun, proyeksi kita berlanjut," ujarnya, di Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Kemudian, peningkatan pasokan minyak dari Iran diperkirakan tidak tercapai. Selama sanksi program nuklir, lanjut dia,  investasi di Iran mampet. 

"‎Iran kan kena sanksi tahun 2012 sekitar itu enggak ada investasi besar-besaran sektor itu mungkin sumurnya enggak dimaintenance. Kalau dijumlah non OPEC turun sama OPEC naik, tetap masih tinggi permintaanya harga di akhir tahun akan naik," tambahnya.

Sebagai informasi, harga minyak AS turun US$ 1,52 menjadi US$ 30,67 per barel. Sementara itu harga minyak Brent susut US$ 1,28 menjadi US$ 30,9 per barel.

Penurunan harga minyak dunia didorong oleh kekhawatiran pelaku pasar karena kelebihan pasokan minyak seiring membludaknya pasokan dari Iran