Rabu, 03 Februari 2016

5 PERUSAHAAN INI GAGAL CAPAI TARGET PRODUKSI MINYAK


Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat lifting minyak pada 2015 777 ribu barel per hari (bph).
Angka ini sekitar  94,2 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sekitar 825 ribu bph.
Dikutip dari bahan pemaparan kinerja SKK‎ Migas, Senin (11/1/2016), ‎terdapat 27 perusahaan migas yang produksi minyaknya di bawah target hingga total mencapai 64 ribu bph.
Adapun 5 dari 27 perusahaan  yang produksi minyaknya di bawah target yaitu:

1. Mobil Cepu Limited, produksi minyaknya sebesar 46.089 bph atau hanya 61 persen dari target.

‎2. PT Pertamina (Persero), produksi minyaknya sebesar 9.159 bph, atau 92 persen dari target.

3. PT Odira Energy, produksi minyaknya sebesar 1.641 bph, atau 0 persen dari target.

4. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) 897 bph, atau 94 persen dari target.

5. PHE NSB-NSO, produksi minyaknya sebesar 804 bph, atau 65 persen dari target.

Tak hanya lifting minyak, target pendapatan negara dari sektor hulu migas 2015 tidak tercapai.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi sebelumnya menyebutkan, realisasi pendapatan negara dari sektor hulu migas mencapai  US$ 12,86 miliar atau 85,8 persen dari US$ 14,99 miliar.

Tidak tercapainya target tersebut karena penurunan harga minyak‎ dunia dalam satu tahun belakang. Menurut dia, hal tersebut merupakan kondisi global yang tidak menyenangkan bagi SKK Migas dan pelaku industri hulu migas.

"Kita lihat berbagai data harga minyak mentah dunia di dunia belakang terus menurun," katanya.

Minggu, 31 Januari 2016

TARIF LISTRIK TURUN LAGI PER 1 FEBRUARI,CEK DISINI DAFTARNYA


PT PLN (Persero) menurunkan tarif tenaga listrik untuk 12 golongan pelanggan yang sudah tidak disubsidi mulai 1 Februari 2016.
Menurut Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun, faktor kuat yang mempengaruhi penurunan tarif listrik Februari 2016 adalah penurunan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada Desember 2015 menjadi US$ 39 per barel dari sebelumnya US$ 41,44 per barel.

Sedangkan parameter lain pembentuk tarif listrik, yaitu kurs dolar Amerika Serikat (AS), mengalami kenaikan dari Rp 13.767 per US$ menjadi Rp 13.796 per US$ dan inflasi naik dari 0,21 persen ke 0,‎21 ke 0,96 persen.

"Lebih besar dampak penurunan harga minyaknya," kata Benny ditulis Senin (1/2/2016).
Dikutip Liputan6.com dari data PLN, tarif listrik untuk tegangan rendah Februari sekitar Rp 1392 per kilowatthour (kWh) atau turun Rp 17 per kWh dari tarif Januari 2016 Rp 1409 per kWh. Golongan pelangan tegangan rendah meliputi:

- Rumah Tangga R-1 daya 1300 
‎- Rumah Tangga R-1/TR daya 2200 
‎- Rumah Tangga R-2/TR daya 3500 VAs.d5.500 V
‎- Rumah Tangga R-3/TR daya 6600 VAke atas
‎- Bisnis B-2/TR daya 6600VA s.d 200 kVA
‎- Kantor Pemerintah P-1/TR daya 6600 VAs.d 200 kVA
‎- Penerangan Jalan Umum P-3/TR‎.

Tarif tegangan menengah per Februari 2016 berkisar Rp 1071 per kWh, turun Rp 13 per kWh dari tarif Januari 2016‎ Rp 1.084 per kWh. Golongan tegangan menengah meliputi:

- Bisnis B-3/Tegangan Menengah (TM) daya di atas 200 kVA
‎- Industri I-3/TM daya diatas 200 kVA
- Kantor Pemerintah P-2/TM daya di atas 200 kVA.

Tarif tegangan tinggi pada Februari yaitu Rp 959 per kWh, turun Rp 11 per kWh dari Januari 2016 Rp 9.70 per kWh. Golongan tegangan tinggi meliputi:‎ Industri I-4/Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas.

HARGA MINYAK ANJLOK ,DPD MINTA PERUSAHAAN MIGAS TAK PHK PEGAWAI

Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Parlindungan Purba mengatakan harga minyak yang anjlok hingga menyentuh angka USD 30 per barel bisa mempengaruhi usaha sektor minyak dan gas (migas) di dunia, termasuk di Indonesia. Salah satunya akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai di perusahaan migas tersebut.

Meski begitu, Purba mengimbau agar perusahaan-perusahaan tersebut tak langsung memilih jalan PHK untuk menangani masalah ini. Menurutnya, masih ada cara lain agar perusahaan bisa tetap berjalan tanpa harus kehilangan tenaga kerja.

"Saya harap kepada perusahaan perminyakan agar menciptakan buffer. Kalaupun dia PHK mungkin ini pilihan. Mereka bisa menambah jam kerja atau mengatur shift. Jangan cepat-cepat PHK-lah," kata Purba usai diskusi Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, Sewatama, IJTI, IKN dan IJO di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (31/1).

Dia menambahkan, selama ini perusahaan migas di Indonesia, seperti PT Chevron Pasific Indonesia, sudah lama beroperasi sehingga banyak masyarakat yang bergantung pada perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan migas sebaiknya bisa memikirkan cara lain agar kesejahteraan masyarakat terap terjamin.

"Selama ini perusahaan tersebut lama beroperasi. Dengan begitu, pasti ada perlindungan tenaga kerja, jaminan sosial, jaminan tabungan, dan lain-lain," imbuhnya.

Menurutnya, jika pemerintah memberikan insentif fiskal di sektor migas maka akan sangat membantu untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, untuk bantuan ini, pemerintah tetap harus melihat harga minyak untuk jangka panjang, mengingat harga minyak tak selamanya turun.

"Ini pasti membantu, tapi kita juga harus tahu kalau minyak ini tidak selamanya turun. Jadi kan ada peak-nya ada down-nya, ini harus dihitung balik modalnya kapan. Jadi suasana prihatin ini cost di kurangi tapi jangan PHK. Ya misal lampu dikurangi, variabelnya gitu," pungkasnya.